Kesehatan Mental Lansia: Topik yang Sering Terlupakan – Kesehatan Mental Lansia: Topik yang Sering Terlupakan

Saat membicarakan kesehatan, kita sering kali fokus pada anak-anak, remaja, atau usia produktif. Namun, ada satu kelompok yang kerap terabaikan: para lansia. Padahal, kesehatan mental lansia sama pentingnya dengan kesehatan fisik mereka. Bahkan, jika tidak diperhatikan, masalah mental pada lansia bisa berdampak serius terhadap kualitas hidup mereka. Sayangnya, topik ini masih belum banyak dibicarakan, baik dalam keluarga, komunitas, maupun kebijakan publik.

Lansia dan Tantangan Psikologis

Masa lanjut usia adalah fase hidup yang penuh transisi. Banyak perubahan besar yang terjadi: pensiun dari pekerjaan, anak-anak yang sudah mandiri dan meninggalkan rumah, kehilangan pasangan hidup atau teman sebaya, hingga penurunan fungsi tubuh. Semua ini dapat menimbulkan perasaan kesepian, tidak berguna, bahkan depresi.

Namun ironisnya, banyak orang menganggap wajar jika lansia merasa sedih, murung, atau cemas. Mereka sering berpikir, “Namanya juga sudah tua,” tanpa sadar bahwa itu bisa menjadi tanda gangguan kesehatan mental yang serius. Normalisasi perasaan negatif pada lansia adalah bentuk pengabaian yang tidak disadari.

Masalah Kesehatan Mental yang Umum Terjadi pada Lansia

Beberapa gangguan mental yang paling umum terjadi pada lansia antara lain:

  • Depresi: Sering kali tidak terdiagnosis karena gejalanya mirip dengan kondisi fisik lain, seperti kelelahan atau gangguan tidur.
  • Kecemasan: Perasaan cemas berlebihan tentang kesehatan, keuangan, atau masa depan.
  • Demensia dan Alzheimer: Gangguan kognitif yang memengaruhi ingatan, kemampuan berpikir, dan perilaku.
  • Kesepian: Rasa sepi yang kronis dapat berdampak serius pada kesehatan mental dan fisik lansia.

Menurut WHO, lebih dari 20% lansia mengalami depo 10k gangguan mental atau neurologis, namun hanya sebagian kecil yang mendapatkan pengobatan yang layak.

Stigma dan Kurangnya Akses Layanan

Salah satu penyebab utama mengapa kesehatan mental lansia sering terabaikan adalah stigma. Banyak lansia merasa malu mengakui bahwa mereka memiliki masalah psikologis. Mereka takut dianggap lemah atau tidak bersyukur. Di sisi lain, keluarga juga sering menganggap masalah tersebut hanya sebagai bagian dari proses penuaan, bukan kondisi yang bisa diobati.

Selain itu, akses terhadap layanan kesehatan mental juga masih terbatas. Di banyak daerah, layanan psikologi atau psikiatri untuk lansia belum tersedia atau tidak terjangkau. Terlebih lagi, tidak semua tenaga medis terlatih untuk mengenali tanda-tanda gangguan mental pada usia lanjut.

Peran Keluarga dan Lingkungan

Keluarga memegang peran vital dalam menjaga kesehatan mental lansia. Komunikasi yang hangat, perhatian yang tulus, serta pelibatan lansia dalam kegiatan sosial dapat menjadi obat yang sangat mujarab.

Beberapa hal sederhana yang bisa dilakukan untuk mendukung kesehatan mental lansia di rumah antara lain:

  • Mengajak mereka berbicara secara rutin, bukan hanya soal fisik, tapi juga perasaan mereka.
  • Mengikutsertakan lansia dalam aktivitas keluarga, bukan menjadikan mereka hanya sebagai “penonton”.
  • Mendorong mereka untuk tetap aktif secara fisik dan sosial, misalnya melalui jalan pagi, berkebun, atau bergabung dalam komunitas lansia.

Inovasi dan Harapan ke Depan

Meskipun tantangan masih besar, kini semakin banyak pihak yang mulai memperhatikan isu ini. Beberapa rumah sakit telah membuka layanan khusus psikogeriatri, yakni layanan kesehatan mental untuk lansia. Komunitas dan organisasi sosial juga mulai menghadirkan program pendampingan psikologis bagi para orang tua.

Baca juga : Mengungkap Khasiat Rambutan untuk Tubuh dan Pikiran

Teknologi pun bisa menjadi solusi. Aplikasi pendamping kesehatan mental kini tidak hanya ditujukan untuk anak muda, tetapi juga bisa disesuaikan untuk lansia—tentu dengan pendekatan yang lebih ramah usia.

Pemerintah pun diharapkan mengambil langkah strategis, seperti memberikan pelatihan bagi kader posyandu lansia, menyediakan konseling gratis, dan mengintegrasikan pemeriksaan kesehatan mental dalam layanan puskesmas.

Kesimpulan

Adalah isu yang nyata, penting, dan mendesak. Lansia bukan hanya membutuhkan perawatan fisik, tapi juga dukungan emosional dan psikologis. Mengabaikan kondisi mental mereka sama saja dengan menutup mata terhadap kualitas hidup mereka di usia senja.

Sudah saatnya kita berhenti memandang lansia sebagai sosok yang “cukup dirawat fisiknya”. Kita harus mulai melihat mereka sebagai individu yang tetap berhak merasa bahagia, dihargai, dan sehat secara menyeluruh—termasuk secara mental. Karena pada akhirnya, memperhatikan bbukan hanya tentang mereka, tapi juga tentang bagaimana kita memperlakukan masa tua sebagai bagian dari kehidupan yang layak dijalani dengan martabat.